Sunday, August 24, 2014

Anak perempuan membutuhkan ayahnya

Anak perempuan membutuhkan ayahnya. Ada ikatan istimewa antara seorang ayah dengan putrinya yang sangat berbeda dibandingkan dengan ikatan lainnya. Ayah adalah sosok pria terpenting dalam kehidupannya. Di mata seorang anak perempuan, dia belajar seorang pria seharusnya menjadi seperti apa, apa yang dapat dia harapkan dari seorang pria, bagaimana dia hendaknya diperlakukan oleh seorang pria, dan bagaimana seorang pria hendaknya melihatnya. Adalah melalui ayah dia mendapatkan validasi utama dari kewanitaannya. Sebagai seorang anak perempuan, dia belajar bahwa dia adalah “putri kesayangan ayah” melalui sinar di mata ayah, cara ayah menggendong dan memeluknya, cara ayah memperhatikannya, dan cara ayah memberitahu betapa cantiknya dia dan betapa dia berkembang menjadi seorang gadis muda yang cantik. Selama masa ini dia mempelajari berbagai kekuatan yang ayah miliki dan dia mengembangkan perasaan aman ketika berada dekat ayah, tahu bahwa ayah akan melindunginya.
Ketika putri pertamanya lahir, tampak ada kebingungan dalam diri pria yang biasanya kuat ini. Bagaimana saya menggendongnya? Apa yang dapat saya lakukan baginya? Bagaimana saya berbicara kepadanya? Dia terlihat begitu tak berdaya. Ya ampun, saya tidak tahu harus berbuat apa. Dengan seorang putra, saya tahu apa yang harus dilakukan, tetapi saya tidak pernah merasakan jadi seorang perempuan. Pengalaman saya dengan saudara-saudara saya adalah kami bergulat, tertawa, berteriak dan bercanda dengan satu sama lain. Di sekolah, kurang lebih sama sampai saya benar-benar menemukan hasrat untuk berkencan dan menikah. Namun ini sangatlah berbeda, dia adalah putri saya dan saya bertanggung jawab atas dirinya. Tolong saya! Semua ini memunculkan sisi lembut dan tak berdaya dari seorang pria.

Pentingnya seorang Ayah

Dalam sebuah artikel di ScienceDaily, Dr. Anna Sarkadi, dari Department of Women's and Children's Health di Uppsala University, Swedia menyatakan, "Kajian terperinci kami yang berlangsung selama 20 tahun menunjukkan bahwa secara keseluruhan, anak-anak menuai manfaat positif jika mereka memiliki keterlibatan aktif dan teratur dengan seorang sosok ayah. Misalnya, kami menemukan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki sosok ayah yang terlibat secara positif cenderung untuk tidak merokok dan terlibat masalah dengan polisi, mencapai tingkat pendidikan yang lebih baik dan mengembangkan persahabatan yang baik dengan anak-anak dari kedua jenis kelamin.” Dia melanjutkan, “Manfaat jangka panjang mencakup wanita yang memiliki hubungan yang lebih baik dengan pasangan mereka dan rasa kesejahteraan mental dan jasmani yang lebih besar pada usia 33 tahun jika mereka memiliki hubungan baik dengan ayah mereka ketika berusia 16 tahun.”

Beberapa saran

Biarkan putri Anda melihat sisi lemah lembut Anda. Ketika dia masih kecil, peluklah dan ciumlah dia, tidurkan dia, bacakan cerita kepadanya, bermainlah dengannya, dan pujilah kecantikannya. Sewaktu dia tumbuh dewasa, dia masih akan membutuhkan pelukan, ciuman dan pujian dari Anda yang meyakinkannya bahwa dia adalah seorang wanita yang cantik luar dalam.
Luangkan waktu untuk mendengarkannya dan lakukan yang terbaik untuk memahaminya. Pada titik tertentu, dia akan perlu mendengar pandangan pria dari seorang ayah yang memahaminya yang akan bersikap jujur kepadanya.
Bantulah dia mengetahui bahwa Anda selalu ada untuk melindunginya. Seorang ibu berusia sekitar 30-an, mengenang bagaimana, ketika dia berusia 17 tahun, ayahnya memeluknya sewaktu dia menangisi pacarnya yang baru saja memutuskan hubungan pacaran mereka. Dia melihat adegan yang sama itu terulang kembali ketika suaminya memeluk putri mereka yang berusia 17 tahun sewaktu putrinya menangisi pacarnya. Bagian dari perlindungan ini mengajarkannya cara menetapkan batasan-batasan dengan teman-teman lelakinya.
Bantulah dia mengetahui bahwa ada batasan-batasan yang harus dia hormati. Dia harus belajar ada saat-saat ketika “tidak” berlaku bagi dia seperti bagi orang lain.
Semua ini akan menjadi lebih bermakna sewaktu putri Anda melihat cara Anda memperlakukan istri Anda. Ini adalah tempat latihan nyata yang akan menolongnya mengetahui apa yang dapat diharapkan dari hubungan pria-wanita. Dia akan melihat kelembutan, rasa hormat, kebaikan, dan keamanan diberikan dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa oleh pria terpenting dalam kehidupannya dan dia akan mencari hal yang sama dari pasangannya.
Ya, seorang putri membutuhkan ayahnya untuk melengkapi perjalanan hidup. Dan Anda dapat menjadi pria terpenting itu sewaktu putri Anda tumbuh dewasa.
Diterjemahkan dan diadaptasi oleh Natalia Sagita dari artikel asli "Girls need their daddies" karya Gary dan Joy Lundberg.

http://keluarga.com/anak-perempuan-membutuhkan-ayahnya

ANAKMU MENGENALKAN SIAPA DIRIMU....!!

ANAKMU MENGENALKAN SIAPA DIRIMU....!!

1. Jika anakmu BERBOHONG,itu
karena engkau MENGHUKUMNYA
terlalu BERAT.
...
2. Jika anakmu TIDAK PERCAYA
DIRI,itu karena engkau TIDAK
MEMBERI dia SEMANGAT

3. Jika anakmu KURANG
BERBICARA,itu karena engkau TIDAK
MENGAJAKNYA BERBICARA

4. Jika anakmu MENCURI,itu karena
engkau TIDAK MENGAJARINYA
MEMBERI.

5. Jika anakmu PENGECUT,itu karena
engkau selalu MEMBELANYA.

6. Jika anakmu TIDAK MENGHARGAI
ORANG LAIN,itu karena engkau
BERBICARA TERLALU KERAS
KEPADANYA.

7. Jika anakmu MARAH,itu karena
engkau KURANG MEMUJINYA.

8. Jika anakmu SUKA BERBICARA
PEDAS, itu karena engkau TIDAK
BERBAGI DENGANNYA.

9. Jika anakmu MENGASARI ORANG
LAIN,itu karena engkau SUKA
MELAKUKAN KEKERASAN
TERHADAPNYA.

10. Jika anakmu LEMAH,itu karena
engkau SUKA MENGANCAMNYA.

11. Jika anakmu CEMBURU,itu karena
engkau MENELANTARKANNYA.

12. Jika anakmu MENGANGGUMU,itu
karena engkau KURANG MENCIUM&
MEMELUKNYA

13. Jika anakmu TIDAK
MEMATUHIMU,itu karena engkau
MENUNTUT TERLALU BANYAK
padanya.

14. Jika anakmu TERTUTUP,itu karena
engkau TERLALU SIBUK.


From Facebook.... unanimous source

Friday, August 22, 2014

I GET CLOSER - 1 Simple Tip to Help You Stop Yelling


We all know I am a YELLER! I admit it loud and clear. That doesn’t mean I like it and it doesn’t mean I am not always trying to make the change to stop yelling.
The thing that constantly gets me, is that I should know better. I was a teacher for 12 years in the classroom, and took care of children that were not my own. Yelling was not my go to tactic, yet in my home I let it overtake me. Lately, I have been wondering what was different. What tips could I try from my teacher training that might just help me stop yelling at my kids in my own home?
That is when I remembered this one simple tip that I used daily in my classroom. In fact, if I didn’t try this first, I was usually unsuccessful at changing a child’s desired behaviors.
One Simple Tip to Help Stop Yelling
{THIS POST MAY CONTAIN AFFILIATE LINKS TO MATERIALS I RECOMMEND. ANYTHING YOU PURCHASE THROUGH THESE LINKS HELPS SUPPORT LEMON LIME ADVENTURES. THANK YOU IN ADVANCE FOR CHOOSING TO SUPPORT US.}
When I think of the reasons I yell in my home, I can usually narrow the reasons down to just a few triggers…
The kids are arguing.
The kids aren’t doing what I asked them to.
The kids aren’t listening.
The kids are being too loud.
The kids are being too rambunctious.
The kids… the kids… the kids…
Do you see the problem with those statements like I do? The focus is on the kids. The focus is on what the kids are doing that I don’t like. Where am I in this scenario? What am I doing? How am I involved in what is going in?
The answer. I am usually not close to them. I am usually busy in the kitchen, on the phone, on the other side of the other room, on the couch, with the baby… you name it… I am not near them. In the classroom, that would never fly. I could never expect the children to manage their own behaviors if I was nowhere near them. I would never expect them to hear my requests from the other side of the classroom.
If the children in my classroom started to get too loud, too busy, or too angry… I wouldn’t sit at my desk and yell across the room at them to settle down.

NO! I would get CLOSER!!!!!

I would walk over to the children needing my assistance. I would quietly place my hand on their shoulder or their back. I would bend down and speak to them in a kind and respectful tone.
I would tell them what I need from them and give them suggestions for how to change their behavior. This simple tip worked 90% of the time. How had I forgotten this simple tip?
For the last week, I have been trying this out. Instead of repeating myself over and over again, instead of yelling across the room, and instead of putting the blame on the children… I have been moving closer.
When the kids start to get ramped up, instead of yelling from across the room to settle down… I get closer.
When the kids are starting to argue, instead of yelling above their voices to get along… I get closer.
When the kids are ignoring my requests, instead of yelling my request louder… I get closer.

Get Closer #stopyelling

I get closer.

I make sure they hear me. I make sure I am helping them through their problems. I make sure I am there for them.
Guess what?
90% of the time this has worked for me. When I remember to use this simple tip first, chances are the yelling doesn’t happen. Chances are, I can keep the peace in our home and not let things spiral out of control.
Are you a yeller too? What tips and strategies do you use to help you from yelling? I would love to know! Leave me a comment or stop my Facebook and tell me! Also, don’t forget to connect with me on Facebook, Twitter, Google+, Pinterest, Instagram or subscribe by email so you don’t miss our next adventures.

More Resources To Stop Yelling:

Positive Discipline A to Z Punished by Rewards

3 Changes I am Making to Stop Yelling Today

15 Tips to Calm Angry Child

 
 

10 Things I Learned When I Stopped Yelling At My Kids

10 Things I Learned When I Stopped Yelling At My Kids

399 days of loving more!
Someone asked me this past weekend, “So, what were your findings from not yelling for a year? Did you learn anything?” Huh. Pretty good question. And it got me thinking, “Well, what did I learn?” I’ll tell you this; I learned a lot, a lot more than I can possible fit in a blog post! So I share with you the top 10 things that I learned from my Orange Rhino Challenge where I promised to not yell at my 4 boys for 365 days straight.
1. Yelling isn’t the only thing I haven’t done in a year (399 days to be exact!)I also haven’t gone to bed with a gut-wrenching pit in my stomach because I felt like the worst mom ever. I haven’t bawled to my husband that I yelled again and again. And I haven’t heard my sons scream, “You’re the meanest, worstest, mommy in the whole world, I don’t love you anymore!” Yep, I learned real quickly that there are upsides to not yelling!
2. My kids are my most important audience.When I had my “no more yelling epiphany,” I realized that I don’t yell in the presence of others because I want them to believe I am a loving and patient mom. The truth is, I already was that way…but rarely when I was alone, just always when I was in public with an audience to judge me. This is so backwards! I always have an audience – my four boys are always watching me and THEY are the audience that matters most; they are the ones I want to show just how loving, patient and “yell-free” I can be. I want my boys to judge me and proclaim, “My mommy is the bestest mommy ever!” I remember this whenever I am home and thinking I can’t keep it together; obviously I can…I do it out and about all the time!
3. Kids are just kids; and not just kids, but people too.Like me, my kids have good days and bad days. Some days they are pleasant and sweet and listen really well; other days they are grumpy and difficult. By the way, I am always sweet and never difficult. Always. Ha! And like all kids, my boys are loud at times, they refuse to put their shoes on, and they color on the wall, especially if it is covered in brand new wallpaper that mommy loves. So, yeah, I need to watch my expectations and remember that my boys are kids: they are still learning, still growing, and still figuring out how to handle waking up on the wrong side of the bed. When they “make mistakes” I need to remember that not only does yelling not help, but like me, they don’t like to be yelled at!
4. I can’t always control my kids’ actions, but I can always control my reaction.I can try my hardest to follow all the parenting tricks of the trade for well-disciplined children, but since my kids are just kids, they sometimes won’t do what I want. I can decide if I want to scream “Pick up your Legos! ” when they don’t listen or if I want to walk away for a second, regain composure by doing some jumping jacks, and then return with a new approach. P.S. Walking away and taking a breather can actually get the Legos picked up faster than yelling.
5. Yelling doesn’t work.There were numerous times when I wanted to quit my Orange Rhino Challenge, when I thought yelling would just be easier than finding deep breaths and creative alternatives to yelling. But I knew better. Early on, I learned that yelling simply doesn’t work, that it just makes things spiral out of control and it makes it hard for my boys to hear what I want them to learn. How can they clearly here me “say” “Hurry up, get your backpacks, your shoes, your jackets, don’t touch each other, go faster, you an do it yourself!” when it’s all a garbled, loud mix of intimidating orders that are making them cry?
6. Incredible moments can happen when you don’t yell.One night I heard footsteps coming downstairs well after bedtime. Although infuriated that my “me-time” was interrupted, I remained calm and returned said child to bed. As I tucked him in he said “Mommy, will you love me if I go to heaven first, because if you go first, I will still love you. In fact, I will always love you.” Tears still come to my eyes just writing that. I can guarantee if I had yelled “GET BACK IN BED!” we never would have had that sweet, very important conversation.
7. Not yelling is challenging, but it can be done!I am not going to say not yelling is “easy peasy,” but getting creative with alternatives certainly made it easier and more doable. And after yelling into the toilet, beating my chest like a gorilla, singing Lalala, Lalala it’s Elmo’s world, and using orange napkins at mealtime as a reminder of my promise, it certainly got a heck of a lot easier. Sure, I feel silly at times doing these things, but they keep me from losing it. So do my new favorite words: “at least.” These two small words give me great perspective and remind me to chill out. I use them readily in any annoying but not yell worthy kid situation. “He just dropped an entire jug of milk on the floor…at least it wasn’t glass and at least he was trying to help!”
8. Often times, I am the problem, not my kids.The break-up line, “It’s not you, it’s me” rings uncomfortably true when learning not to yell. I quickly realized that oftentimes I wanted to yell because I had a fight with my husband, I was overwhelmed by my to-do list, I was tired or it was that time of the month, not because the kids were behaving “badly.” I also quickly realized that acknowledging my personal triggers by saying out loud: “Orange Rhino, you have wicked PMS and need chocolate, you aren’t mad at the kids, don’t yell” works really well to keep yells at bay.
9. Taking care of me helps me to not yell.I was always great at taking care of others; I was not, however, always good at taking care of myself until now. Once I realized that personal triggers like feeling overweight, feeling disconnected from friends, and feeling exhausted set me up to yell, I started taking care of me. I started going to bed earlier, prioritizing exercise, trying to call one friend a day and most importantly, I started telling myself it’s okay to not be perfect. Taking care of me not only helps me not yell, but it also makes me happier, more relaxed, and more loving. Ah, the benefits of not yelling extend far beyond parenting! There is no doubt that I am in a better parenting AND personal place now that I don’t yell. Just to name a few unexpected benefits of not yelling: I do more random acts of kindness, I handle stressful situations more gracefully, and I communicate more lovingly with my husband.
10. Not yelling feels awesome.Now that I have stopped yelling, not only do I feel happier and calmer, I also feel lighter. I go to bed guilt-free (except for the extra cookie I ate that day, oops) and wake-up more confident that I can parent with greater understanding of my kids, my needs, and how to be more loving and patient. And I am pretty sure my kids feel happier and calmer too. I know everyone wants to read, “I stopped yelling and not only do I feel great, but also my kids are now calmer AND perfectly behaved.“ Well, they aren’t. They are still kids. But, yes tantrums are shorter and some are completely avoided. Now that I am calmer, I can think more rationally to resolve potential problems before meltdown mania. But forget perfectly behaved kids for a second. My kids are most definitely more loving towards me, and now tell me quite often “I love you Orange Rhino mommy!” and that feels more than awesome, it feels phenomenal.
 
- See more at: http://theorangerhino.com/10-things-i-learned-when-i-stopped-yelling-at-my-kids/#sthash.V04Uz6t4.dpuf

Happiness




Waktu berharga pengasuhan anak

Waktu berharga pengasuhan anak:

®7 tahun pertama (0-7 tahun):
Perlakukan anakmu sebagai raja.
Zona merah - zona larangan
jangan marah-marah, jangan banyak larangan, jangan rusak jaringan otak anak.
Pahamilah bahwa posisi anak yang masih kecil, saat itu yang berkembang otak kanannya.

®7 tahun kedua (7-14 tahun):
Perlakukan anakmu sebagai pembantu atau tawanan perang....
Zona kuning - zona hati-hati dan waspada.
Latih anak-anak mandiri untuk mengurus dirinya sendiri, mencuci piring, pakaian, setrika, dll.
Banyak pelajaran berharga dalam kemandirian yang bermanfaat bagi masa depannya.

®7 tahun ketiga (14-21 tahun):
Perlakukan anak seperti sahabat.
Zona hijau - sudah boleh jalan.
Anak sudah bisa dilepas untuk mandiri. Mereka sudah bisa dilepas sebagai duta keluarga.

®7 tahun keempat (21-28 tahun):
Perlakukan sebagai pemimpin.
Zona biru - siap terbang.
Siapkan anak untuk menikah.

®Pada masa anak-anak yang berkembang otak kanannya. Otak kiri berkembang saat usianya menjelang 7 tahun.

Anak perempuan keseimbangan otak kanan dan kirinya lebih cepat. Sedangkan anak laki lebih lambat.👬Keseimbangan otak kanan dan kiri pada anak laki-laki baru tercapai sempurna di usia 18 tahun, sedangkan anak perempuan sudah cukup seimbang otak kanan dan kirinya di usia 7 tahun. Ampun dah lama bener ya?Ternyata ada rahasia Allah mengapa diatur seperti itu

√Laki-laki dipersiapkan untuk jadi pemimpin yang tegas dalam mengambil keputusan. Untuk itu, jiwa kreatifitas dan explorasinya harus berkembang pesat. Sehingga pengalaman itu membuatnya dapat mengambil keputusan dengan tenang dan tepat.

√Sementara perempuan dipersiapkan untuk jadi pengatur dan manajer yang harus penuh keteraturan dan ketelitian.

**Untuk memberi intruksi pada anak, gunakan suara Ayah . Karena suaranya bas, empuk dan enak di dengar.

**Kalau suara Ibu memerintah, cenderung melengking seperti biola salah gesek. Itu bisa merusak sel syaraf otak anak. 250rb sel otak anak rusak ketika dimarahin

**Solusinya, Ibu bisa menggunakan bahasa tubuh atau isyarat jika ingin memberikan instruksi.
Suara perempuan itu enak didengar jika digunakan dengan nada sedang. Cocok untuk mendongeng atau bercerita.

++Cara berkomunikasi yang efektif dengan anak:
1. Merangkul pundak anak sambil ditepuk lembut.
2. Sambil mengelus tulang punggung anak hingga ke tulang ekor.
3. Sambil mengusap kepala.

Dengan sentuhan ada gelombang yang akan sampai ke otak anak sehingga sel-sel cintanya tumbuh subur. Mudah-mudahan bisa bermanfaat.
info juga buat bapak2nya

 *copas dari grup sebelah. mga bermanfaat.

Merubah Kebiasaan Bayi Tidur Digendong


babysleeping2

Bayiku sejak lahir “dibiasakan” tidur digendong sambil diayun-ayun. Hal itu dilakukan oleh orangtuaku juga. Awalnya aku sangat menikmati cara menidurkan bayi seperti itu. Tetapi ketika dia beranjak 3 bulan, dan beratnya sudah mencapai 5 kg lebih, acara menidurkan bayi menjadi berat dan semaaakin berat (dalam arti yang sesungguhnya). Lebih lagi jika bayi sudah tidur dan aku rebahkan di tempat tidur bahkan jika dilakukan dengan sangat perlahan, dia pasti langsung tersadar dan mulai menangis, ingin digendong lagi. Akibat terlalu sering menggendong, tanganku kaku dan sakit jika digunakan untuk mengangkat sesuatu.
Aku mendapatkan solusi ketika seseorang menghadiahi sebuah buku, “Secrets of the Baby Whisperer” yang ditulis oleh Tracy Hogg. Bukunya benar-benar bermanfaat dan mudah diterapkan! Sepertinya semua masalah tipikal perawatan bayi ada solusinya disitu. Sayangnya buku itu tidak diterbitkan lagi oleh Gramedia.
Termasuk solusi merubah kebiasaan bayi yang tidur harus digendong, ada dalam buku itu. Pada prinsipnya bayi adalah makhluk kebiasaan dan adalah tergantung orang tuanya yang membuat kebiasaan tersebut. Bayi menangis ketika dibaringkan, karena ia protes, “Bukan begitu biasanya saya ditidurkan!”
Pertama, kenali dulu tanda-tanda bayi sudah mengantuk. Tahapannya adalah: menguap, melamun, dan tidur. Pada tahap menguap, segera redupkan lampu, dan peluk bayi dengan posisi bayi berdiri (bukan rebah), sambil ditepuk-tepuk punggungnya. Tidak perlu diayun. Jika sudah melamun, baringkan bayi di tempat tidur, sambil terus menepuk-nepuk punggung atau dadanya. Pada awalnya ia pasti protes dengan cara menangis. Jangan buru-buru diangkat. Tunggu tiga kali tangisan, baru angkat dan peluk kembali bayi sambil ditepuk-tepuk. Jika sudah berhenti menangis dan bayi telah tenang kembali, segera baringkan bayi (masih sambil ditepuk-tepuk). Ia akan segera menangis kembali. Tunggu lagi tiga kali tangisan dan angkat kembali sambil ditepuk-tepuk. Begitu seterusnya, sampai bayi akhirnya tertidur ketika berbaring.
Cara ini saya terapkan, dan pada 8 kali baringan, ia akhirnya tertidur pulas tanpa harus digendong sambil diayun! Believe me, it works!
Yang perlu diperhatikan:
  • Semakin muda umur bayi, akan semakin mudah membiasakannya dengan cara tidur seperti ini.
  • Mengusap dahi bayi ke arah mata bisa membantu mengurangi ketegangan pada bayi, karena mata bayi juga butuh istirahat dari rangsangan cahaya.
  • Selain itu suarakan bunyi bisikan “sssh.. sssh..” ketika menenangkan bayi; suara itu menyerupai bunyi cairan di sekeliling rahim dan oleh karena itu bisa membuatnya tenang.
  • Ritme tepukan pada punggung atau dada bayi usahakan seperti irama degup jantung ibu ketika bayi di dalam rahim, tujuannya untuk menenangkannya. Ketika memeluk dan menepuk-nepuk punggung bayi, segera hentikan jika ia sudah diam atau tenang, dan jangan keterusan. Alasannya, supaya menghindari ketergantungan bayi pada hal itu. kita tentu saja harus memenuhi kebutuhan bayi, tetapi jika kebutuhannya sudah terpenuhi (dalam hal ini ia sudah tenang), ia sebenarnya tidak membutuhkannya lagi.
  • Jika tahap melamun terlewat dan bayi masih dibiarkan beraktivitas (dan bukannya dibaringkan di tempat redup), ia akan kesal dan terlalu lelah sehingga menangis hebat (untuk menutup dirinya – mata dan telinganya – dari dunia luar) dan akan dibutuhkan effort lebih besar untuk menenangkannya. Jadi ibu harus cermat dalam melihat tanda-tanda bayi mengantuk.
  • Jika bayi memalingkan muka dari mainan atau rangsangan dari luar, itu bisa berarti ia bosan atau lelah. Jika kita berikan mainan lainnya, dan ia kembali excited, berarti dia hanya bosan. Namun jika kita berikan mainan lainnya dan ia memalingkan mukanya lagi, berarti ia sudah lelah atau mengantuk. Segera redupkan lampu dan tenangkan bayi sebelum ia menangis hebat.
  • Ibu jangan panik ketika bayi menangis. Ingat bahwa tujuan kita adalah menenangkannya. Jangan malah membuatnya menjadi lebih tertekan dengan menggoncang-goncangkan tubuh bayi dengan keras. Keep calm, and your baby will eventually be calm.
Yang paling penting adalah konsistensi. Jika ibu menyerah dan kembali mengayun-ayunkan bayi untuk menidurkannya, ia akan kembali ke kebiasaan lama dan perlu mulai dari awal lagi untuk merubah kebiasaannya itu.
Bayi ditidurkan dengan tenang, ibu pun senang!

Sumber:
http://www.ndoys.com/2010/07/merubah-kebiasaan-bayi-tidur-digendong/
 

Thursday, August 21, 2014

Ibu Rumah Tangga sangat mulia


“Mengapa saya tidak bekerja? Bukankah saya dokter? Memang. Dan sangat mungkin bagi saya untuk bekerja pada waktu itu. Namun, saya pikir buat apa uang tambahan dan kepuasan batin yang barangkali cukup banyak itu jika akhirnya diberikan pada ...seorang perawat pengasuh anak bergaji tinggi dengan risiko kami sendiri kehilangan kedekatan pada anak sendiri? Apa artinya tambahan uang dan kepuasan profesional jika akhirnya anak saya tidak dapat saya timang dan saya bentuk sendiri pribadinya? Anak saya akan tidak mempunyai ibu. Seimbangkah anak kehilangan ibu bapak? Seimbangkah orangtua kehilangan anak dengan uang dan kepuasan pribadi tambahan karena bekerja? Itulah sebabnya saya memutuskan menerima hidup pas-pasan. Tiga setengah tahun kami bertiga hidup begitu."
- Ibu Ainun Habibie -

Kerjalah untuk kehidupan keluargamu




A mother


Alasan Dokter Negara Maju "Pelit" Memberikan Obat ke Anak


Alasan Dokter Negara Maju "Pelit" Memberikan Obat ke Anak

Belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dr. Knol.

"Just ...wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection." kata dokter tua itu.

"Ha? Just wait and see?" batinku meradang.
Ya, aku tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain.

"Obat penurun panas Dok?" tanyaku lagi.
"Actually that is not necessary if the fever below 40 C."

Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu, aku membawa obat dari Indonesia.

Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya bertambah. Aku kembali ke dokter. Dia tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh.

"Anakku ini suka muntah-muntah juga Dok," kataku.
Lalu si dokter menekan-nekan perut anakku. "Apakah dia sudah minum suatu obat?"

Eh tak tahunya mendengar jawabanku, si dokter malah ngomel-ngomel,
"Kenapa kamu kasih syrup Ibuprofen? Pantas saja dia muntah-muntah. Ibuprofen itu sebaiknya tidak diberikan untuk anak-anak, karena efeknya bisa mengiritasi lambung. Untuk anak-anak lebih baik beri paracetamol saja."

Huuh! Walaupun dokter itu mengomel sambil tersenyum ramah, tapi aku jengkel dibuatnya. Jelek-jelek begini gue lulusan fakultas kedokteran tau!

Setibanya dirumah, suamiku langsung menjadi korban kekesalanku.
"Lha wong di Indonesia, dosenku aja ngasih obat penurun panas nggak pake diukur suhunya. Mau 37, 38 apa 39 derajat, tiap ke dokter dan bilang anakku sakit panas, penurun panas ya pasti dikasih. Masa dia bilang ibuprofen nggak baik buat anak!"

Sewaktu praktek menjadi dokter dulu, aku lebih banyak mencontek yang dilakukan senior. Tiga bulan menjadi co-asisten di bagian anak memang membuatku kelimpungan dan belajar banyak hal, tapi secuil-secuil ilmu kudapat. Seperti orang travelling Eropa dalam dua minggu. Menclok sebentar di Paris, dua hari ke Roma. Dua hari di Amsterdam, kemudian tiga hari mengunjungi Vienna. Puas berdiam di Berlin dan Swiss, waktu habis. Tibalah saat pulang ke Indonesia. Tampaknya orang itu sudah keliling Eropa, padahal ia hanya mengunjungi ibukota utama. Banyak negara dan kota di Eropa belum disambangi. Itulah kami, pemuda-pemudi fresh graduate from the oven Fakultas Kedokteran. Malah yang kami pelajari dulu, kasusnya tak pernah kami jumpai dalam praktek sehari-hari. Berharap bisa memberikan resep cespleng, kami mengintip resep ajian senior!

Setelah Malik sembuh, Lala, putri pertamaku sakit. Kuberikan obat batuk yang kubawa dari Indonesia. Batuknya tak hilang dan ingusnya masih meler. Lima hari kemudian, Lala kubawa ke huisart.

"Just drink a lot," katanya ringan.

"Apa nggak perlu dikasih antibiotik Dok?" tanyaku tak puas.

"This is mostly a viral infection, no need for an antibiotik," jawabnya lagi.

Lalu ngapain dong aku ke dokter,tiap ke dokter pulang nggak pernah dikasih obat. Paling enggak kasih vitamin keq!
"Ya udah beli aja obat batuk Thyme syrop. Di toko obat juga banyak."
Ternyata isi obat Thyme itu hanya ekstrak daun thyme dan madu.

Saat itu aku memang belum memiliki waktu untuk berintim-intim dengan internet. Di kepalaku, cara berobat yang betul adalah seperti di Indonesia.

Putriku sembuh. Sebulan kemudian sakit lagi. Batuk pilek putriku kali ini ringan, tapi hampir dua bulan sekali ia sakit. Dua bulan sekali memang lebih mendingan karena di Indonesia dulu, hampir tiap dua minggu ia sakit.
"Dok anak ini koq sakit batuk pilek melulu ya?"

Setelah mendengarkan dada putriku dengan stetoskop, melihat tonsilnya, dan lubang hidungnya,huisart-ku menjawab,"Nothing to worry. Just a viral infection."

"Tapi Dok, dia sering banget sakit, hampir tiap sebulan atau dua bulan Dok,"

Dokter tua yang sebetulnya baik dan ramah itu tersenyum. "Do you know how many times normally children get sick every year?"

"Twelve time in a year, researcher said," katanya sambil tersenyum lebar. "Sebetulnya kamu tak perlu ke dokter kalau penyakit anakmu tak terlalu berat," sambungnya.

Aku pulang dengan perasaan malu. Barangkali si dokter benar, aku selama ini kurang belajar.

Setelah aku beradaptasi dengan kehidupan di Belanda, aku berinteraksi dengan internet. Aku menemukan artikel Prof. Iwan Darmansjah, ahli obat-obatan Fakultas Kedokteran UI.
"Batuk - pilek beserta demam yang terjadi 6 - 12 bulan masih wajar.observasi menunjukkan kunjungan ke dokter terjadi 2 - 3 minggu selama bertahun-tahun."

"Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan penanganannya, Pertama, obat diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus. Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh, yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak, sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya anak jatuh sakit setiap 2 - 3 minggu dan perlu berobat lagi.

Duuh…kemana saja aku selama ini. Eh..sebetulnya..bukan salahku dong. Aku kan sudah membawa mereka ke dokter spesialis anak. Sekali lagi, mereka itu dosenku lho!.
Di Belanda 'dipaksa' tak pernah mendapat antibiotik untuk penyakit khas anak-anak, kondisi anakku jauh lebih baik. Mereka jarang sakit.

Aku tercenung mengingat 'pengobatan rasional'. Hey! Lalu kemana perginya ingatan itu? Jadi, apa yg kulakukan, tidak meneliti baik-baik obat yang kuberikan, sedikit-sedikit memberi obat penurun panas, sedikit-sedikit memberi antibiotik, baru sehari atau dua hari anak mengalami sakit ringan aku panik dan membawa ke dokter, sedikit-sedikit memberi vitamin. Rupanya adalah tindakan yang sama sekali tidak rasional!
Sistem kesehatan Belanda menerapkan betul apa itu pengobatan rasional.

Aku baru mengetahui ibuprofen memang lebih efektif menurunkan demam pada anak, sehingga banyak negara termasuk Amerika Serikat,dipakai secara luas untuk anakanak. Tetapi resiko efek sampingnya lebih besar, Belgia dan Belanda menetapkan kebijakan lain. Walaupun obat ibuprofen tersedia di apotek dan boleh digunakan usia anak diatas 6 bulan, di kedua negara ini, parasetamol tetap dinyatakan sebagai obat pilihan pertama anak demam.

Jadi, bagaimana dengan para orangtua di Indonesia? Aku tak ingin berbicara terlalu jauh soal mereka-mereka yang tinggal di desa atau orang-orang yang terpinggirkan. Karena kekurangan dan ketidakmampuan,penyakit anak sehari-hari, orang desa relatif 'terlindungi' dari paparan obat-obatan yang tak perlu. Sementara kita yang tinggal di kota besar,cukup berduit,melek sekolah, internet dan pengetahuan, malah kebanyakan selalu dokter-minded dan gampang dijadikan sasaran oleh perusahaan obat dan media. Kalau pergi ke dokter lalu tak diberi obat, biasanya kita malah ngomel-ngomel, 'memaksa' agar si dokter memberikan obat. Iklan-iklan obat pun bertebaran di media, bahkan tak jarang dokter-dokter 'menjual' obat tertentu melalui media. Padahal mestinya dokter dilarang mengiklankan suatu produk obat.

Dan bagaimana pula dengan teman-teman sejawatku dan dosen-dosenku yang kerap memberikan antibiotik dan obat-obatan yang tidak perlu pada pasien batuk, pilek, demam, mencret? Malah aku sendiri dulu pun melakukannya karena nyontek senior. Apakah manfaatnya lebih besar dibandingkan resikonya? Tentu saja tidak. Biaya pengobatan membengkak, anak malah gampang sakit dan terpapar obat yang tak perlu. Belum lagi bahaya besar jelas mengancam seluruh umat manusia: superbug, resitensi antibiotik! Tapi mengapa semua itu terjadi?

Duuh Tuhan, aku tahu sesungguhnya Engkau tak menyukai sesuatu yang sia-sia dan tak ada manfaatnya. Namun selama ini aku telah alpa. Sebagai orangtua, bahkan aku sendiri yang mengaku lulusan fakultas kedokteran ini, telah terlena dan tak menyadari semuanya. Aku tak akan eling kalau aku tidak menyaksikan sendiri dan tidak tinggal di negeri kompeni ini. Apalagi dengan masyarakat awam, para orangtua baru yang memiliki anak-anak kecil itu. Jadi bagaimana mengurai keruwetan ini seharusnya? Memikirkannya aku seperti terperosok ke lubang raksasa hitam. Aku tak tahu, sungguh!

Aku sadar. Telah terjadi kesalahan paradigma pada kebanyakan kita di Indonesia dalam menghadapi anak sakit. Disini aku sering pulang dari dokter tanpa membawa obat. Aku ke dokter biasanya 'hanya' konsultasi, memastikan diagnosa penyakit dan penanganan terbaiknya, serta meyakinkan diriku bahwa anakku baik-baik saja.

Di Indonesia, ke dokter = dapat obat?
Sistem kesehatan di Indonesia memang masih ruwet. Kebijakan obat nasional belum berpihak pada rakyat. Perusahaan obat bebas beraksi‘ tanpa ada peraturan dan hukum yang tegas dari pemerintah. Dokter pun bebas meresepkan obat apa saja tanpa ngeri mendapat sangsi.

Lalu dimana ujung pangkal salahnya? Percuma mencari-cari ujung pangkal salahnya.Kondisi tersebut jelas tak bisa dibiarkan. Siapa yang harus memulai perubahan? Pemerintah, dokter, petugas kesehatan, perusahaan obat, tentu semua harus berubah. Namun, dalam kondisi seperti ini, mengharapkan perubahan kebijakan pemerintah dalam waktu dekat sungguh seperti pungguk merindukan bulan. Sebagai pasien kita pun tak bisa tinggal diam. Setidaknya, bila pasien 'bergerak', masalah kesehatan di Indonesia, utamanya kejadian pemakaian obat yang tidak rasional dan kesalahan medis tentu bisa diturunkan.

Dikutip dari buku "Smart Patient" karya dr. Agnes Tri Harjaningrum

Semoga mencerahkan ya bunda-bunda, saya dapetnya dari artikel suami..

Sumber: http://ibuhamil.com/
See More

10 Filosofi Jawa, yang diajarkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga

10 Filosofi Jawa, yang diajarkan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga :
1. Urip Iku Urup
(Hidup itu Nyala, Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain disekitar kita, semakin besar manfaat yang bisa kita berikan tentu akan lebih baik)
2. Mem...ayu Hayuning Bawono, Ambrasto dur Hangkoro
(Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak).
3. Suro Diro Joyo Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti
(segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dgn sikap bijak, lembut hati dan sabar)
4. Ngluruk Tanpo Bolo, Menang Tanpo Ngasorake, Sekti Tanpo Aji-Aji, Sugih Tanpa Bondho
(Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa merendahkan atau mempermalukan; Berwibawa tanpa mengandalkan kekuatan; Kaya tanpa didasari kebendaan)
5. Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan
(Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu).
6. Ojo Gumunan, Ojo Getunan, ojo Kagetan, ojo Aleman
(Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; Jangan mudah terkejut-kejut; Jangan mudah kolokan atau manja).
7. Ojo Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman
(Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi).
8. Ojo Kuminter Mundak Keblinger, ojo Cidra Mundak Cilaka
(Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka).
9. Ojo Milik Barang Kang Melok, Aja Mangro Mundak Kendo
(Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, cantik, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat).
10. Ojo Adigang, Adigung, Adiguno
(Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti)

Kebaikan menghasilkan kebaikan juga...

:: Dendam yang Berubah ::

Seorang lelaki yang baru menikah tinggal menumpang di rumah mertuanya. Beberapa saat tinggal bersamanya, akhirnya ia demikian kesal dengan ibu mertuanya yang menurutnya sangat brengsek, cerewet, bawel, bossy, dan ...angkuh sekali.

Setelah dua tahun, baginya cukup sudah penderitaan itu. Ia memutuskan untuk mengakhiri dengan berencana membunuh ibu mertuanya. Setelah memutar otak, ia pergi mendatangi dukun yang paling sakti di daerahnya.

Usai bercerita dengan penuh kegeraman, sang dukun tersenyum dan mengangguk-angguk. Diberinya sebotol cairan yang menurut petunjuk dukun adalah racun yang sangat mematikan.

Syaratnya harus diberikan sedikit demi sedikit selama 2 bulan, dan dalam memberikan ia diharuskan bersikap manis, berkata lebih sopan, serta selalu tersenyum. Hal ini untuk membuat si mertua supaya tidak mencurigainya.

Dengan penuh kesabaran, hari demi hari ia mulai meracuni si mertua, tentunya dengan sikap manis, tutur kata yang lebih santun serta senyum yang tidak lepas dari mulutnya. Perlahan namun pasti ia mulai melihat perubahan pada mertuanya.

Ada satu hal yang membuatnya bingung, setelah satu bulan ia meracuni mertuanya, kelakuan mertua ini justru berubah menjadi demikian baik padanya. Sikapnya berubah 180 derajat dari sebelumnya, ia mulai menyapa lebih dahulu setiap kali ketemu.

Pikirnya, ini pasti akibat awal dari racun itu, yakni adanya perubahan sikap sebelum akhirnya meninggal. Mendekati hari ke-40 sikap mertua semakin baik dan hubungan dengannya semakin manis, ia mulai membuatkan minum teh di pagi hari, menyediakan pisang goreng dan seterusnya. Sebuah perilaku mertua yang dulu tidak pernah ia bayangkan akan terjadi.

Puncaknya pada hari ke-50 mertua memasakkan makanan yang paling ia sukai, bahkan di pagi harinya ia terkejut saat mendapati bajunya sudah dicuci bahkan diseterika oleh si mertua. Tak ayal lagi, hati kecilnya mulai memberontak.

Muncullah rasa bersalah yang makin hari makin menguat. Pada hari ke-55, sudah tak terbendunglagi penyesalan itu, karena melihat perubahan si Ibu mertua yang menjadi sedemikian sayang padanya. Akhirnya pergilah ia ke dukun itu lagi, dengan terbata-bata penuh penyesalan dan rasa berdosa ia memohon-mohon untuk dibuatkan penangkal racun yang pernah diberikan sang dukun padanya.

Dengan senyum bijaksana bak malaikat, dukun itu berkata “Cairan yang kuberikan padamu dulu itu bukanlah racun, namun air biasa yang kuberi warna saja. Sikap mertuamu yang berubah menjadi sayang padamu, disebabkan karena SIKAP DIRIMU YANG TERLEBIH DAHULU BERUBAH MENJADI LEBIH RAMAH, LEBIH SANTUN DAN SELALU SENYUM PADANYA.”

Ada beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari kisah di atas. Pertama, sikap buruk/penolakan orang lain, hanyalah sebagai akibat/reaksi atas sikap buruk kita padanya. Kedua, kalau mau mengubah orang lain, kitalah yang berubah dahulu. Ketiga, tidak semua ‘dukun’ salah. Kita juga harus jadi ‘dukun’ kalau sukses belajar yakni ‘duduk dengan tekun’. Keempat: Selamat mencoba!
 

Merokok itu lebih banyak mudharat daripada manfaat = Haraam

Merokok itu lebih banyak mudharat daripada manfaat = Haraam

Oilfield Worker Story


For all the guys wanting to work on a drilling rig. Whether it be onshore or offshore. Take stock before you sign on the dotted line :
Yes the wage is good
Yes you can up your lifestyle with a nice home, car and Holidays
Yes the financial r...ewards are tempting
Yes it gets in your blood
Yes you see the world
Yes you get considerable time at home when you are at home
Yes you are in a trailer, cabin or prison cell for twelve hours a day and work the other twelve
Yes you have to share with people who snore and smell
Yes you see things you hope your kids never have to see
Yes you miss Family and loved ones
Yes Relationships will be strained and pushed to breaking point
Yes you will be out of complete contact for days sometimes weeks at a time
Yes you wish your life away when you are away
Yes you lay awake at night sometimes wondering "why do I do this" and "Is this really worth it"

SO ??? BEFORE YOU EMBARK ON A TRIP AND SIGN YOUR LIFE AWAY, REMEMBER;
No you will not make every party, BBQ, wedding or funeral
No you will not be home for Christmas or easter
No you will not be there for your children's birthdays
No you will not see your kids swim, ride a bike for the first time or be there to read stories at night
No you can't just pick up a phone or email your family whenever you like
No you will not be there to take them to watch sports games
No you will not be there for presentation nights, school plays or parent/teacher interviews
No you will not be there to see them win medals at school sports days
No you will not always be there during times of family crisis and feel helpless being so far away
No you might not be there to bury a family member or close friend

So, before anybody judges someone who has the guts and courage to work away to try and make a better life for themselves and those around them, DONT say "YOU MUST BE MINTED" or "YOUR LUCKY'.

We sacrifice more than half of our life being away from loved ones to make their dreams come true.
 
 
 

Etika Antri vs Matematika

Seorang guru di Australia pernah berkata:

“Kami tidak terlalu khawatir jika anak2 sekolah dasar kami tidak pandai Matematika” kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.”

“Sewaktu ditanya mengapa dan kok bisa begitu ?” Ke...rena yang terjadi di negara kita justru sebaliknya.

Inilah jawabannya:

Karena kita hanya perlu melatih anak selama 3 bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga 12 Tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran berharga di balik proses mengantri.
Karena tidak semua anak kelak akan berprofesi menggunakan ilmu matematika kecuali TAMBAH, KALI, KURANG DAN BAGI. Sebagian mereka anak menjadi Penari, Atlet Olimpiade, Penyanyi, Musisi, Pelukis dsb.
Karena biasanya hanya sebagian kecil saja dari murid-murid dalam satu kelas yang kelak akan memilih profesi di bidang yang berhubungan dengan Matematika. Sementara SEMUA MURID DALAM SATU KELAS ini pasti akan membutuhkan Etika Moral dan Pelajaran Berharga dari mengantri di sepanjang hidup mereka kelak.
”Memang ada pelajaran berharga apa dibalik MENGANTRI ?”

”Oh iya banyak sekali pelajaran berharganya;”

Anak belajar manajemen waktu jika ingin mengantri paling depan datang lebih awal dan persiapan lebih awal.
Anak belajar bersabar menunggu gilirannya tiba terutama jika ia di antrian paling belakang.
Anak belajar menghormati hak orang lain, yang datang lebih awal dapat giliran lebih awal dan tidak saling serobot merasa diri penting..
Anak belajar berdisiplin dan tidak menyerobot hak orang lain.
Anak belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantri. (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantri)
Anak bisa belajar bersosialisasi menyapa dan mengobrol dengan orang lain di antrian.
Anak belajar tabah dan sabar menjalani proses dalam mencapai tujuannya.
Anak belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrian belakang.
Anak belajar disiplin, teratur dan kerapihan.
Anak belajar memiliki RASA MALU, jika ia menyerobot antrian dan hak orang lain.
Anak belajar bekerjasama dengan orang2 yang ada di dekatnya jika sementara mengantri ia harus keluar antrian sebentar untuk ke kamar kecil.
Anak belajar jujur pada diri sendiri dan pada orang lain.

dan mungkin masih banyak lagi pelajaran berharga lainnya, silahkan anda temukan sendiri sisanya.

Saya sempat tertegun mendengarkan butir-butir penjelasannya. Dan baru saja menyadari hal ini saat satu ketika mengajak anak kami berkunjung ke tempat bermain anak Kids Zania di Jakarta.

Apa yang di pertontonkan para orang tua pada anaknya, dalam mengantri menunggu giliran sungguh memprihatinkan.

Ada orang tua yang memaksa anaknya untuk ”menyusup” ke antrian depan dan mengambil hak anak lain yang lebih dulu mengantri dengan rapi. Dan berkata ”Sudah cuek saja, pura-pura gak tau aja !!”
Ada orang tua yang memarahi anaknya dan berkata ”Dasar Penakut”, karena anaknya tidak mau dipaksa menyerobot antrian.
Ada orang tua yang menggunakan taktik dan sejuta alasan agar anaknya di perbolehkan masuk antrian depan, karena alasan masih kecil capek ngantri, rumahnya jauh harus segera pulang, dsb. Dan menggunakan taktik yang sama di lokasi antrian permainan yang berbeda.
Ada orang tua yang malah marah2 karena di tegur anaknya menyerobot antrian, dan menyalahkan orang tua yang menegurnya.
dan berbagai macam kasus lainnya yang mungkin anda pernah alami juga?

Ah sayang sekali ya.... padahal disana juga banyak pengunjung orang Asing entah apa yang ada di kepala mereka melihat kejadian semacam ini?

Ah sayang sekali jika orang tua, guru, dan Kementrian Pendidikan kita masih saja meributkan anak muridnya tentang Ca Lis Tung (Baca Tulis Hitung), Les Matematika dan sejenisnya. Padahal negara maju saja sudah berpikiran bahwa mengajarkan MORAL pada anak jauh lebih penting dari pada hanya sekedar mengajarkan anak pandai berhitung.

Ah sayang sekali ya... Mungkin itu yang menyebabkan negeri ini semakin jauh saja dari praktek-praktek hidup yang beretika dan bermoral?

Ah sayang sekali ya... seperti apa kelak anak2 yang suka menyerobot antrian sejak kecil ini jika mereka kelak jadi pemimpin di negeri ini?

Semoga ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua para orang tua juga para pendidik di seluruh tanah air tercinta. Untuk segera menyadari bahwa mengantri adalah pelajaran sederhana yang banyak sekali mengandung pelajaran hidup bagi anak dan harus di latih hingga menjadi kebiasaan setiap anak Indonesia. Mari kita ajari generasi muda kita untuk mengantri, untuk Indonesia yang lebih baik...

-unknown Indonesian
 
R. Mien Uno Foundation

Inspirational video - Kebaikan menumbuhkan kebahagiaan - Unsung Hero

He gives to the needy. He takes care of his neighbors. He fixes problems nobody else will, and you'd think it was all for nothing.

Until you see the end.

Keluhan Pelanggan - Ini cara menanganinya

Mendapat keluhan dari pelanggan? Ini 7 hal yang harus dilakukan segera!

 
Dari Facebook Wirausahan Muda Mandiri

Welcome to my world

Welcome to this blog... selamat datang...
Blog ini didedikasikan untuk mengcopy paste tulisan-tulisan inspiratif baik dari blog2 sebelah, website orang dan lain2 yang menarik dan bermanfaat mengenai parenting, bisnis di rumah, kebaikan DLL....

Enjoy...